Bukavu, nyastra bangeeet...!

Yaphz, aku baru aja selesai baca kumcernya mbak Helvy Tiana Rosa, Bukavu.
Kesan pertamaku adalah : BAGUS!
Ya, luar biasa nyastra, itu menurut kacamata awamku.
Karena jujur, aku bukan seorang yang ahli untuk nge-review atao nge-resensi karya orang lain.
Aku hanya akan bilang bagus atau jelek. Cukup.
Nah, cerpen-cerpen mbak Helvy itu aku rasa emang agak berat sih beberapa, nggak semua lho.
Berat dalam artian aku nggak bisa langsung paham maknanya. Kayak kalo lagi baca puisi, mikir-mikir dulu. Cuman bedanya yang ini puisi panjang.

Soalnya mungkin karena aku terbiasa baca cerpen yang langsung jelas ceritanya, gamblang gitu lho. Tapi, ada kok cerpen di Bukavu itu yang gamblang ceritanya, endingnya juga bagus, judulnya Titin Gentayangan,
Iya, itu endingnya lucu, kalo boleh dibilang begitu. Sebab nggak disangka-sangka banget bisa berakhir seperti itu.

Selain yang itu, masih ada pula cerpen yang isinya lumayan jelas. Cut Vi yang berlatarkan Aceh juga bagus. Ini cerpen yang lumayan paling aku suka dari ketujuh belas cerpen lainnya.
Karena memang cerpen-cerpen yang berlatarkan Aceh lebih menarik minatku.
Yang paling aku sukai adalah di bagian kutipan surat yang ditulis Cut Vi untuk Agam.
Aku percaya pada apa yang kulakuakn dan tak peduli bila terkesan aku yang melamarmu. Lagi pula apa salahnya meminta pria berbudi menjadi suami? Maka, Agam, sudikah?
Hmm... kata-katanya indah dan menawan.. hehe... ^o^

Dan juga Juragan Haji, bagus banget ceritanya, seorang pembantu rumah tangga yang ingiiin sekali naik haji. sementara majikannya udah berulang kali ke Baitullah. Hm.. kalo kita? Masih ingat nggak ya terakhir kali pengen naik haji kapan? hehe...

Nah, cerpen yang aku masih bingung itu judulnya Pertemuan di Taman Hening, Lelaki Kabut dan Boneka, dan Mencari Senyum. Kayaknya tiga itu deh.
Ya, mungkin karena keterbatasan kemampuanku aja dalam mencerna bahasa-bahasanya yang wuih, sastra bener deh. Tapi, semoga ke depannya aku bisa lebih menangkap maknanya.

Setidaknya setelah membaca Bukavu aku jadi seperti menemukan energi yang luar biasa besar. Apalagi tokoh-tokoh yang diambil mbak Helvy hampir semuanya perempuan. Ini sedikit banyak memberi motivasi pada diriku agar lebih baik lagi.

Apalagi cerpen Peri Biru jelas-jelas menceritakan keinginan tokohnya untuk menjadi seorang penulis seperti Asma Nadia dan Taufiq Ismail, sementara ia berada di lingkungan yang kurang mendukung. Ini sungguh memberiku percikan semangat yang berlebih untuk terus berkarya, semaksimal mungkin. Terserah dimana saja dan kapan saja. Kalau Peri menulis di buku-buku tulis tipis yang dibelinya di warung, aku berusaha menuliskan segalanya di blog ini.

Yak, semoga bermanfaat.

0 comments:

Post a Comment

nice person = nice comment