Dan.. terjadi! Terdengar beberapa sesenggukan di dalam ruang gelap itu. Sementara aku, yang kelaparan malah sibuk sendiri gerak-gerak mulu. :D sayangnya aku memang bukan orang yang gampang menangis di hadapan umum. Entah kenapa, aku tak nyaman menangis di saat semua orang di sekitarku juga menangis, aku susah menitikkan air mata ketika filmnya ditonton rame2. Aku lebih suka menangis sendiri. Lho, kok jadi curhat gini.
Oke2, jadi ceritanya, efek nggak nangisku ini kebawa ke teman sampingku, tempat kepalaku menumpu, karena aku sempat mengantuk dan mengalami kebosanan kecil di dalam. Padahal sempat beberapa kali temanku ini mengangkat jilbabnya untuk menutup mulut, dia hampir merembeskan air mata, tapi karena ia dekat denganku, hal itu tak terjadi. Maaf ya kawan! :) (padahal temanku ini saat nonton 3 idiots aja mendadak nangis. hehe)
Baiklah, karena mungkin pengaruh sifat sanguinisku ini, aku selalu menanggapi adegan yang agak menyedihkan dengen sedikit ledekan2 kecil. Contohnya, keluar darah dari hidung, terus tangannya merah, aku bilang.. alah itu mah teres (pewarna), keliatan banget itu. haha.. maaf ya mas mbak pembuat film, aku ngaco. Habisnya, itu salah satu cara membuatku tak terbawa emosi. Aku sebisa mungkin membuat suasana kontar dengan lingkungan. :) Aneh betul aku ini.
Tapi, kalau boleh jujur, aku sempat agak tertegun pas bagian tokoh utamanya meninggal. Hanya bagian itu saja yang aku rasakan real. Lainnya pura2 belaka. Entah kenapa, aku merasa akan sangat sakit ketika tiba2 kita kehilangan orang yang selama ini kita sayang dengan sungguh-sungguh. Sudah.. mari kita lanjutkan.
Oke, jadi apa yang kudapat dari film ini?
Mungkin lebih ke arti hidup itu sendiri ya. Bahwa kesehatan itu mahal harganya. Dan bahwa seorang ayah tak bisa dengan mudahnya menyembunyikan kenyataan pahit tentang anaknya. Bersyukur, senantiasa memperbaiki diri, aku rasa jadi ibrah terpenting. Kenapa? karena, setiap detik haruslah menjadi berharga, sehingga kesehatan menjadi satu hal yang dihargai. Karena ia bagian dari hidup. Sayangnya ini baru ucapan yang meluncur dari bibirku, belum sepenuhnya terealisasikan.
Hmm.. namun ada beberapa bagian yang agak risih, ya namanya juga film umum ya. Baru duduk kita sudah disambut dengan adegan remaja lagi menembak temannya. "Kamu cantik, dan bla bla bla.." hahahahaha.. dasar anak muda. Ini salah satu yang bikin aku kurang merasakan feelnya. Aku jadi rada gimanaaa gitu. Padahal sebenarnya aku harus menerima saja. Terserah dia dong mau digimanain filmnya, hehe. Temanku malah bilang gini, "coba itu suami istri, pasti lebih... " aku agak lupa, yang jelas, ia merasakan yang kurasakan. :D
Terus lagi, temanku ini protes begini, "sama pacarnya aja mau makan, sama temennya nggak mau.." aku hanya tersenyum, sambil manggut-manggut dalam hati, dan memaklumi, namanya juga ABG. hehe.
Tapi sejujurnya, di bagian tengah, aku sedikit merasakan hambar. Entah kenapa seperti tak terlihat konfliknya secara pasti. Apa mungkin terbawa dari awal ya? Mm.. tapi aku rasa nggak, soalnya teman sampingku juga bilang, kok datar, gitu kalo nggak salah. Tapi akhirnya di belakang2 terlihat juga sih.. kita musti sabar. :)
Beberapa saat yang lalu sempat search di google, dan mengetahui siapa penulis buku yang sebenarnya. Selain itu ini juga kisah nyata. Dan inilah yang agaknya sedang kupikirkan, sepertinya kalau aku baca bukunya sambil membayangkan kisah nyatanya Gitta yang berjuang melawan kankernya, akan lebih baik dibandigkan aku kebanyakan menggerutu saat nonton filmnya. hehe.. :)
Oke, bagi kalian yang belum nonton, segera saja yaa.. siap2 tissue pokoknya. :D
Kita lihat, kalian nangis nggak, atau menjadi satu dari orang2 yang "kering" dari air mata.
Selamat menonton!
2 comments:
Sipong...km klo nulis kok bagus ya??? ^^
aku punya bukunya, tapi belum nonton filmnya.
waktu ke wonosobo, aku ketemu mas alex komang, orangnya humble banget.
Post a Comment
nice person = nice comment