Di Balik Komedi Berdiri

Stand up Comedy, aku yakin istilah ini pasti sudah tak asing lagi di telinga kita semua. Jenis komedi ini kian populer keberadaannya di Indonesia. Bahkan aku pun salah satu penikmatnya. Tak bisa dipungkiri, stand up comedy menawarkan cara ngebanyol yang berbeda. Ia menyampaikan sesuatu yang biasanya fresh alias lagi anget-angetnya. Misalnya saja, kalau lagi menyambut Hari Kartini, maka isi celotehannya adalah soal emansipasi wanita dan seterusnya sampai sesuatu yang kadang sedikit meleset dari
esensi. Kuncinya satu : LUCU.


Tak jarang si comic (pelaku stand up comedy) akan memperagakan adegan-adegan tertentu untuk mendukung keberhasilan penampilannya di atas panggung. Menyanyi, menari, dan lompat ke sana kemari untuk memvisualisasika apa yang ia ceritakan. Menarik. Tak perlu ribet dengan properti, paling cuma microphone. Selain itu tak butuh panggung yang dihias sedemikian rupa atau kostum-kostum menarik lainnya. Modalnya cuma satu : MULUT. :D

Tapi yang semakin membuat stand up comedy hambar (menurutku) adalah isi celotehannya kadang tak bernorma. Okelah, masih mending kalo comicnya itu anak baru, jadi isi lawakannya kadang jauh dari lucu. Tapi setidaknya ia masih sopan. Yang aku tak nyaman adalah isi lawakan yang menyangkut sesuatu yang musti disensor. Ini sungguh menyebalkan. Bagaimana bisa lucu kalau sebenarnya tak boleh diucapkan. Yang jadi pertanyaan besar adalah kenapa orang-orang itu tertawa ketika isi lawakannya adalah sesuatu yang -baiklah aku katakan saja- JOROK? Meringis boleh. Tapi tertawa? Ini aneh. Moral bangsa kita sepertinya sudah lepas dari aturan mainnya.

Lalu, masih ada lagi. Tak sedikit lawakan yang isinya adalah ejekan terhadap fisik orang lain. Ini juga jadi pertanyaan besar, apakah bentuk rupa orang lain itu pantas jadi bahan tertawaan? Silakan pikirkan sendiri. Lama-lama aku pikir stand up comedy itu sudah kehabisan ide untuk di'stand up'kan. Entahlah.

0 comments:

Post a Comment

nice person = nice comment