Mengenal Sosok Sang “Surya” [part 1]

Entah dengan apa saya harus mengungkapkannya, saya memiliki kekaguman yang besar terhadap sosok yang satu ini. Surya Fachrizal Ginting, jurnalis Hidayatullah.com ini kisahnya pertama kali saya baca di Republika online (lewat beranda facebook), kemudian kekaguman itu menjadi lebih besar lagi ketika saya mengetahui betapa karakteristiknya yang khas seorang Surya lewat artikel-artikel lain yang saya baca di situs tempatnya bekerja, hiayatullah.com. Sumber lengkapnya bisa klik di sini.

Bahkan, saya berharap memiliki pasangan hidup pejuang seperti beliau, hmmm... ngarep banget ya?? hehehe

Oke, silakan baca baik-baik artikel di bawah ini, semoga menginspirasi kalian semua...

Di mata teman-temannya, ia adalah sosok lembut tapi kuat pada prinsip aqidah. Dialah, Surya, yang ditembak Zionis-Israel dalam rombongan Mavi Marmara

Hidayatullah.com--Saya agak kaget sepagi itu, Surya (lengkapnya Surya Fachrizal Ginting) sudah datang di kantor. Padahal, waktu itu masih subuh. "Baru datang dari Bogor, Mas," katanya menjawab pertanyaan saya. Dia menggeletak di lantai Masjid Cipinang sambil mengangkat salah satu kakinya di tembok. Mungkin untuk melemaskan otot-ototnya setelah melakukan perjalanan jauh.

Apalagi Bogor – Jakarta ia tempuh menggunakan sepeda motor. Pagi itu kami hendak mengikuti lokakarya Kode Etik Jurnalistik yang diselenggarakan Lembaga Pers Dr Soetomo di sebuah hotel di Menteng.

Ia sangat menunjukkan minatnya yang besar pada lokakarya tersebut. Itu dibuktikan dengan berangkat pukul 02.00 dinihari dari Bogor, karena takut terlambat. Jangan dibayangkan ia menunggangi motor gres keluaran terbaru. Motornya butut. Honda CB, yang dimodifikasi menjadi motor gunung (trail). Motor itu pula yang dia pakai untuk hunting berita sebagai jurnalis setiap hari.

Kedatangannya berarti kelegaan bagi saya. Soalnya, sejak semalam saya bertanya ke teman-teman jalan menuju ke Menteng. Maklum, sekalipun sudah berkali-kali ke Jakarta, Ibu Kota ini bagi saya masih bagai hutan belantara. Gak tahu lor kidul (Utara dan Selatan, red).

Di hotel, kami ditempatkan satu kamar. Saat itulah, dia bercerita hendak pergi ke Gaza, bersama relawan lain dari berbagai belahan dunia dalam Kafilah Kemanusiaan, Freedom Flotilla.

Saya tidak terkejut, karena tahu bahwa Surya memang sudah lama ingin pergi ke sana. "Sudah siap resikonya?" tanya saya.

"Siap, Cak." Begitu ia memanggil saya. Cak panggilan khas Surabaya. Mungkin, dia menganggap saya orang Surabaya. Padahal saya bukan orang Surabaya. Cukup panjang lebar kami bicara soal rencananya itu.

Surya adalah alumni IISIP (Institut Ilmu Sosial Ilmu Polotik) Jakarta 2006. Ia melamar menjadi wartawan di Hidayatullah Media Groups sejak 2005.

Tak banyak pertanyaan yang diajukan pihak manajemen tatkala ia mau ikut bergabung. “Anda keliru datang, karena di tempat ini tak banyak gajinya, “ begitu yang pernah disampai Dadang Kusmayadi, Redaktur Pelaksana Majalah Hidayatullah. Tapi apa jawab Surya? “Kalau begitu, saya cocok di sini, “ ujar suami Euis Hidayati ini. [Cholis Akbar, sebagaimana diceritakan Bambang S/bersambung/hidayatullah.com]

Surya [baju putih], saat wawancara Ulil Abshar. [foto Abd Syakur/hidayatullah.com]

0 comments:

Post a Comment

nice person = nice comment