Mengenal Sosok Sang “Surya” [part 2-habis]

Kali ini adalah bagian kedua dari artikel tentang profil Surya Fachrizal, yang tak mungkin mengurangi kekaguman saya terhadapnya. Justru makin menambah keingintahuan saya untuk mengenal lebih jauh sosok sederhananya. Subhanallah... buruan dibaca ya!! :)
Sumber : di sini. (jangan lupa dibuka di tab yang baru ya, biar blog ini tidak tertutup)

Di mata teman-temannya, dia adalah sosok lembut tapi kuat pada prinsip aqidah. Dialah, Surya, yang ditembak Zionis-Israel dalam rombongan Mavi Marmara

Berharap Rumah di Surga

Hidayatullah.com--Sebagai Muslim, Surya Fachrizal Ginting adalah pribadi yang taat. Kemanapun pergi di tasnya selalu terselip al-Qur’an kecil. Asisten redaktur pelaksana Majalah Suara Hidayatullah, Bambang Subagyo bercerita tentangnya.

“Malam itu, saat kami menginap di sebuah hotel di Jakarta. Dia bangun malam untuk shalat Tahajud. Shubuhnya ia mengajak saya shalat di masjid yang tak jauh dari hotel. Shalat berjamaah di masjid memang sudah menjadi kebiasaannya, di manapun dan kapan pun. Pernah kami bingung mencarinya dalam suatu perjalanan. Ternyata, dia menyelinap pergi ke masjid untuk shalat.

Pernah juga dia meninggalkan nara sumber saat sedang wawancara. Padahal, bagi wartawan, nara sumber itu amat mahal. Kadang harus nongkrong berjam-jam hanya untuk menunggu satu nara sumber. Lha ini, sumber sudah dalam ‘dekapan’ malah ditinggal, ‘hanya’ karena mendengar suara azan. Ia minta izin untuk shalat di masjid.”

Surya juga pribadi yang sederhana. Sekalipun di hotel dia tak canggung, apalagi malu, pakai sarung.

“Kami saat itu lagi makan di restoran sebuah hotel. Dia tampak paling ganjil, di antara tamu-tamu yang lain. Bersarung setengah kaki dan berjaket yang ada tutup kepalanya. Keduanya sudah kelihatan usang. Tak lupa topi putih kumal bertengger di pucuk kepalanya. Sekalipun hampir semua mata menyorot kepadanya, dia cuek saja.

Malam itu lahap sekali dia makan. Setelah nambah lagi satu piring, ia lalu mengambil selembar tisu lebar. Saya pikir mau dipakai untuk membersihkan mulutnya. Salah. Dia gunakan membungkus sejumlah makanan. Wah, kacau anak ini, seperti tak pernah makan di hotel. Tapi ternyata salah. Dia ambil makanan untuk sahur.”

“Untuk makan sahur,” kata Surya. Waktu itu, Minggu malam Senin. Rupanya ia hendak puasa sunnah Senin-Kamis.

Nah, cerita lain tentang Surya diceritakan Dadang Kusmayadi, redaktur pelaksanan majalah Suara Hidayatullah. Suatu kali, Dadang, Surya dan Ibnu Syafaat sedang melakukan perjalanan Surabaya-Jakarta menggunakan kereta api.

Saat masuk adzan Maghrib, Dadang mengajak Ibnu Syafaat (keduanya staf redaksi Hidayatullah Media Groups) untuk shalat. Tapi Surya tak mau shalat sambil duduk. Dia menganggap kurang afdhal.

“Akhirnya, Surya dan Dwi Budiman menggelar koran di tengah-tengah antara tempat duduk, tepat di jalan di mana banyak berlalu lalang orang. Nah, karena dipakai Surya shalat, pramuniaga yang hendak lewat menunggunya sampai shalat usai, ”kenang Dadang.

Cerita lain datang dari Ainuddin Chalik, wartawan Hidayatullah.com yang sering liputan bareng dengan Surya. Sebagaimana diketahui, Surya adalah koordinator liputan (korlip) Hidayatullah.com wilayah Dejabotabek (Depok, Jakarta, Tangerang dan Bekasi). Karena itu, Ainuddin sering mendapat tugas reportase darinya.

Ketika itu, pertengahan tahun 2008, Ainuddin mengaku belum mengenal betul sosok pria ini.

“Saya hanya sering melihat dia datang ke kantor pagi-pagi sekali karena kebetulan kantor saya dekat kantor dia,” ujar Ainuddin.

Setelah bergabung di Hidayatullah.com, Ainuddin akhirnya sering mendapat tugas darinya. Karena sering bertemu dan berbincang, mereka menjadi semakin akrab. “Saya sering diajak ikut liputan,” aku Ainuddin.

Namun karena Ainuddin masih baru, Surya sering membantu mentranskrip wawancara saja, meski sebenarnya ia merasa malu sekedar mengerjakan itu. Tapi ia kaget dengan rasa pengertian Surya.

"Apa pun yang ente bisa, maka itulah jalanmu untuk memperjuangkan Islam," ujar Surya. Dan kalimat itulah yang sering ikut memicu semangat Ainuddin.

Bulan Maret lalu, Surya baru membeli 1 unit rumah secara kredit di sebuah komplek perumahan di Kota Bekasi. Tapi jangan bayangkan rumahnya besar, ukurannya kecil saja, hanya terdapat 1 kamar, yang digunakan untuk istri dan kedua anaknya.

Menjelang keberangkatannya ke Gaza, ia sempat digoda teman-teman sekantor. “Sur, bagaimana bisa menyelesaikan pembangunan rumahnya jika kelak tak bisa pulang lagi ke Indonesia?”

"Kalaupun saya tidak bisa menyelesaikan pembangunan rumah, mudah-mudahan saya bisa punya rumah di Surga," kata Surya dihadapan para kru Majalah Suara Hidayatullah di kantor Jakarta. [Diceritakan oleh Bambang, Dadang dan Ainuddin Choliq/Hidayatullah.com] habis.

0 comments:

Post a Comment

nice person = nice comment